Minggu, 30 Oktober 2011

Lelaki Impian Itu Bukan Ka Restu




‘Nina’ begitu orang-orang akrab memanggil gadis yang baru beranjak remaja itu. Nina berdiri menghadap cermin dengan tampilan yang baru. Jilbab merah ati  bersama pakaian muslim membalut tubuh mungilnya. Meninggalkan rok mini dan kemeja putih yang sering dilinting lengannya.

Mulai hari ini katanya dalam hati. Entah dengan alasan apa, namun yang ia tau Fajar senang dengan wanita muslimah. Nina sangat menyadari bahwa niatnya ini tidak setulus hati. Tidak lain hanya untuk membuat terpesona laki-laki yang telah ia kagumi selama ini.
 Ya, Fajar namanya. Teman SMP sekaligus teman kecilnya. Sekarang Nina duduk diSMA yang sama dengan Fajar. Sejak kapan perasaan itu muncul, ia sendiri tidak pernah tau tepatnya, namun yang pasti...bukankah Tuhan begitu baik, mendengarkan semua do’a Nina untuk selalu bersama Fajar?


 Telah lama Nina menunggu, akhirnya Fajar datang juga.
Mengendarai motor yang mulai kusam, namun pengendaranya tetap terlihat cool .
“Nin! maaf telat!” 
“kalau jadinya seperti, kamu tidak perlu repot-repot ingin menjemputku! Sejak dulu aku bisa pulang sendiri.” Jawabnya agak kesal.
Kurang lebih sudah satu jam Nina menunggu, didepan gerbang bertulis English Institute.
Namun tidak dapat ia pungkiri bahwa sesunggunya ia sangat bersyukur.
berkah yang begitu besar buatnya, mengenal Fajar lebih dari sekadar teman.
Meski kesal, kedatangan Fajar tidak hanya menyejukkan hatinya tetapi juga mencerahkan hari yang semula kusam bersamaan langit yang semakin gelap.
Spontan Nina tersenyum lebar saat...“nina, kamu pake jilbab?” tanya Fajar heran. Sepintas gadis yang sedang “salting” itu bisa melihat pancaran senyum dibibir Fajar.
“iya, Gimana, cantik kan?” jawab Nina sambil balik bertanya. Dan berharap Fajar tidak mampu membaca raut wajah yang memerah dan malu-malu itu.
“lebih manis.” Jawab Fajar singkat.

Selama perjalanan ia bergelut dalam hati. Mungkin ia bukanlah wanita dambaan Fajar. Tentu saja! Bahkan jilbab yang kini ia kenakan, tidak semata-mata untuk menutup aurat tetapi juga sarana untuk membuat seseorang terkesan.
Dosa? Tidak barokah? Mungkin ‘iya’.
Tapi jika gadis hitam manis itu pikir-pikir, toh tidak ada salahnya. Dengan niat apapun, untuk menjadi pribadi yang lebih baik, kenapa tidak?
Ah aku tidak ingin memikirkannya lagi. Spontan perkataannya dalam hati membuyarkan semua pikiran diotaknya yang mulai kelelahan.

***

Hari ini Nina bangun terlalu pagi. Hari dimana ia akan memulai aktivitas yang baru, kawan-kawan baru, cerita baru-saat ia memutuskan untuk menunda kuliahnya hingga tahun depan dan melanjutkan kursus inggrisnya yang sempat tertunda.

Tak apalah bangun lebih cepat dari yang lain itu punya kebanggan tersendiri, menurutnya. Tidak seperti biasanya, kali ini ia masih bisa mengingat mimpi saat tidur semalam. Hhh Menyenangkan sekali.
Banyak orang. Namun ia sendiri tidak ingat siapa mereka.

Kami semua seperti tinggal disebuah rumah. Tidak terlalu mewah, tapi cukup besar dan unik.
Aku melihat banyak tangga disana dengan bentuk yang berbeda beda.
Sangat ramai. Ada yang lari-lari, sibuk dengan buku, aku sendiri hanya berjalan santai menaiki tangga yang berwarna kuning terang. oya aku ditemani seorang wanita muda, aku yakin mengenalnya baik saat itu. ia seperti ingin menunjukkan sesuatu, mungkin aku masih baru. Sayangnya setelah itu pandanganku kabur, dan entah apa yang terjadi selanjutnya.


Setelah bangun dan bengong sejenak, Nina tersentak lalu mulai mengecek handphone. Dilayarnya tertulis ‘4 new messages’ . Tiga pesan dari pacarnya (Fajar) dan satu dari seorang sahabat. 
Sepertinya tadi malam aku tidur terlalu cepat” katanya.
Atau justru mereka yang terlalu larut untuk mengirim pesan. Sangkalnya dalam hati.

Tanpa pikir panjang, Nina langsung membalas pesan mereka satu persatu.
Pengiriman pesan gagalmembuatnya sangat kesal!
Dini hari begini mana ada teman yang mau diutangi pulsa?


03.15-dini hari

Sulit rasanya untuk kembali memejamkan mata. Sambil menunggu adzan subuh yang masih jauh, Nina memutuskan untuk membuka sebuah ‘akun’-milik fajar.  

Sungguh hatinya seperti tersayat kala ia memandang foto kekasihnya (Fajar) bersama seorang wanita, yang sudah dipastikan itu bukan dirinya.
Fajar yang alim-sulit dipercaya. Bahkan Nina tidak memiliki satu fotopun bersamanya. Ia masih ingat dengan seksama bagaimana Fajar membuat Nina terkesima oleh perkataannya,  saat Nina meminta foto berdua “Nin, aku malu foto berdua sama perempuan”.


Namun, apa yang ia dapati kali ini, benar-benar membuat hatinya terbakar cemburu.
Apakah dunia Fajar yang baru-kampus dapat merubahnya sebegitu cepat?

***

‘Nin, sekarang jadi kan
mengantar aku ke toko buku?
Nanti plg kamu les, aku jemput ya.
Aku tunggu diseberang jalan. Oke??

From Midly 085724323339’

Setelah bubaran, aku lekas keluar kelas. Tak ingin rasanya membuat seorang sahabat kesal menunggu. “Nina mau kemana? Ko buru-buru?”
Ternyata seorang kaka kelas memperhatikanku, karena biasanya aku menjadi “kuncen” selalu pulang terakhir karena asyik ngobrol dengan teman-teman.
“iya ka Nina punya janji sama teman SMA!”
“teman apa temen?” ka Restu tertawa menggodaku.
“teman! Tuh orangnya..”
Ka Restu tercengang. Kiranya aku dijemput oleh seorang laki-laki atau sebut saja pacar.
“perempuan?”
“iya, teman SMA. Masih sahabat juga sih.. namanya Midly.cantik ka! Mau dikenalin?”
Nina melambaikan tangan pada Midly. Dengan bahasa tubuh seperti itu sudah mewakili perkataan “tunngu sebentar” atau “aku sudah melihatmu”.
Ka Restu ikut tertawa.
“boleh juga..” katanya. Padahal maksud Nina tidak lain hanyalah candaan. Seperti bagaimana keseharian mereka dalam kelas. Saling mencemooh atau melempar kata-kata konyol adalah hal biasa. Dan baru kali ini ia mendapati Ka Restu yang terlihat serius.

Mereka berjalan menuju arah Midly. Nina tau Midly heran saat itu. mengapa Nina membawa pengawal? Ya. jika dilihat dari postur tubuh dan wajahnya yang mirip-mirip Taylor Lautner, Ka Restu cocok disebut pengawal atau bodyguard.

“hai Mid!  Ini Ka Restu, mau.. kenalan.” Sambil tersenyum lebar Nina menaik-turunkan alis. Midly hanya memandang heran pada sahabatnya itu.
“Restu..” kali ini senyum ramah Ka Restu menyapa Midly, bersama tangan yang disodorkan kearahnya.
“Midly” Midly membalas senyuman Ka Restu, tetapi tidak dengan jabat tangannya. Tangan lembut Midly masih saja memilih untuk menggenggam stang motornya.
Tanpa mengurangi senyum, Ka Restu menarik kembali tangan yang tidak disambut ramah itu dan mengibaskan ke rambut pendeknya lalu memasukkan kembali ke kantung celana jeansnya. Woow.. he’s so cool.. pikir Nina. Tetapi mungkin tidak bagi Midly. Entahlah, soal pria dan cinta dua orang bersahabat itu tidak pernah sependapat.
“kalian mau pergi kan.. ya sudah segeralah langitnya sudah mendung!” ucap Ka Restu.
Akupun segera naik dan berangkat.
“hati-hati!” dari kejauhan Ka Restu melambaikan tangannya. Hhhh... itulah kalimat terakhir yang mengakhiri ketegangan hari itu.

Tapi walau begitu, Nina sangat mengerti sesungguhnya Midly tertarik dengan Ka Restu. Hanya saja ia masih ragu karena hingga saat ini Midly dilarang keras pacaran oleh orang tuanya, terutama sang ibu. Itulah alasan pertama mengapa setiap kali pacaran Midly selalu backstreet.

***

Setelah menjalani aktivitas seharian, Nina kembali berbaring diatas dipan dikamarnya. Satu-satunya tempat dimana ia bisa menyandarkan lelah dan letih.
Matanya masih belum dapat terpejam. Hingga ia mengambil handphone dari tas dan segera membukanya. Tidak ada satupun pesan atau telepon dari Fajar.
Fajar memang sibuk, dan akan selalu sibuk. Nina hanya memegang teguh kepercayaannya terhadap Fajar. Sekalipun Nina mengetahui Fajar memiliki wanita lain dibelakangnya.

Kepercayaan memang harus dipertahankan. Meski kata menoreh luka, meski hubungan kami hanya menoreh sakit yang mendalam, namun aku harus terus bertahan.

Tubuhnya yang melemah ditambah hatinya yang semakin ragu dan merapuh. Iapun terlelap meninggalkan dan melupakan kegelisahannya pada mimpi indah dimalam hari.

Jikalau laki-laki mengerti, ia tidak akan menyakiti.
Jikalau laki-laki mengasihi, ia tidak akan melukai.

Aku hanyalah bagian dari hari-hari yang telah lalu
Tanpa dirimu
Tanpa binar matamu
Tanpa semangatmu yang kau nyalakan ditungku jiwaku
Tawamu seakan-akan fajar mengetuk didepan pintu
Dibalik gunung-gunung, disisi tebing curam
Lalu menjatuhkan diriku
Lebih dalam dari jurangmu...
  



Menjelang 16 november 2011

Nina masih sibuk mempersiapkan kejutan ulang tahun untuk sahabatnya. Waktu telah menujukkan pukul 11.23 PM. Sementara Midly telah diperjalanan pulang bersana Gery kakak laki-laki yang terbiasa bertengkar dengannya.
Disisi lain, terlihat ibu Martha sedang menghias kue tart untuk putri bungsunya, yang sebentar lagi menginjak usia sembilan belas tahun.
Ditempat yang sama Ka Restu asyik bersenda gurau bersama ayah Midly sambil menghias seisi rumah. Entah bagaimana, pria itu akhirnya bisa meluluhkan hati kedua orangtua Midly.
Padahal mereka baru 2bulan berpacaran.

1..2..3.. surprise!!!!
Terlihat senyum Midly yang sumringah. Sampai meneteskan airmata. Hingga Ninapun tak mampu membendung airmata bahagianya. Sekaligus terharu.

Malam itu Nina menginap dirumah Midly. Semalaman mereka tidak tidur hanya bercerita dan cerita. Nina juga bertanya soal Ka Restu yang mendadak akrab dengan keluarga sahabatnya.
“Kenapa bisa Mid?” Tanya Nina penasaran.
“Awalnya Aku juga tidak tau Nin, tiba-tiba Ka Restu ada dirumah dan kelihatan sangat akrab dengan Ka Gery”
“Terus.. handphone kamu kan sempat disita ibu, gara-gara ketahuan pacaran? Sekarang kenapa bisa jadi...”
Belum selesai Nina mengajukan pertannyaan, Midly lekas menjawab dengan cekatan.
“Aku hampir mati Nin, di buat Kaget!”
Ninapun tercengang saat mengetahui Ka Restu yang dia kenal konyol, ternyata berwibawa dan bertanggung jawab. Tidak tanggung-tanggung, Ka Restu menelpon Ibu Martha dan meminta ijin memacari putri bungsunya. Diapun berkata “akan bertanggung jawab jika ada yang salah dengan anak ibu, terutama soal nilai-nilai kuliahnya”
Bahkan sampai sekarang Ka Restu sudah seperti asistant Bu Martha.

Suatu ketika, Midly pernah memiliki pacar baru. Dengan kata lain, ia menduakan Ka Restu dengan Rizky seorang teman kuliah Midly.
Ka Restu mengetahui hal itu dari pesan pada handphone Midly. Sementara Midly sendiri tidak mampu melepas salah satu dari mereka.
Entah memiliki jiwa penyabar darimana, Ka Restu memilih untuk mundur dan menasihati Rizky untuk menjaga Midly. Tidak hanya itu Ka Restu juga kerap kali menghubungi Rizky untuk mengetahui kabar Midly.
Rizky yang tak tahan dengan perlakuan itu, memilih untuk melepas Midly dan mengembalikan bahkan MEMBANTU hubungan Ka Restu dengan Midly.

“Beruntungnya anak itu” pikir Nina. Terlintas iri dalam benaknya.
lelaki impian itu seperti Ka Restu. Andai saja... Hatinya berhenti berkata saat Midly dan Fajar melintas dikepalanya.



***

Hubungan persahabatan ataupun percintaan mereka terus berlanjut.  Hingga tiba saat Midly wisuda. Begitupun dengan Fajar. Kembali Nina dibuat bingung harus menghadiri acara wisuda pacar atau sahabatnya?

Dan untuk kesekian kalinya, Nina memilih untuk hadir diacara Fajar terlebih dahulu.
Mulai dari acara keluarga, hingga makan malam berdua. Sampai-sampai Nina lupa hari ini acara wisuda sahabatnya juga.

Mereka memperlakukan Nina bagaimana Layaknya seorang calon menantu atau anggota baru dikeluarga. Ramah-tamah dan tidak lagi canggung.

Saat makan malam bersama Fajar Nina hanya terkaget mendengar segala yang dikatakan kekasihnya.
“Nina, aku minta maaf!” seru Fajar.
“Maaf? Buat apa?” Nina kaget dan penasaran.
“Untuk selalu membuatmu menangis, membuatmu kesal, sedih, aku yang tidak pernah peka pada wanita hebat sepertimu, untuk selalu membuatmu menunggu dan bersabar atas segala tingkahku”
“Fajar..” Nina. bahkan ia bingung harus berkata apa.
“Nina, Aku sudah belajar keras terakhir ini. Aku sudah mendapat pekerjaan disebuah perusahaan swasta dan menduduki jabatan penting disana. Seperti mimpi yang pernah aku katakan padamu dahulu.”
“Fajar.. aku turut bahagia..”
“untuk itu Nina, ijinkan aku menjadi imammu. Dan kapan aku bisa melamarmu?”
Mendadak mulut Nina kaku, ia ta mampu berkata-kata. Begitupun airmata yang tumpah saat itu juga.

Betapa tidak, hal terindah bagi seorang wanita adalah kala seseorang yang ia cintai dan mencintainya.. meminta dirinya untuk menjadi pendamping hidup selamanya.


***

Hampir tengah malam. Nina baru saja hendak tidur. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahnya sangat keras.
“Midly.. kenapa?” didepan pintu rumah Nina, keadaan Midly berantakan. Kusut, tidak secantik biasanya. Maskaranya beleber karena airmata.
“Ka Restu pergi Nin, melanjutkan kuliah di Berlin. Memutuskan hubungan kami begitu saja dan.. “
“Dan apa?” Nina menatap Midly iba.
“Dan berencana menikah dengan orang lain Nin...” tangis Midly semakin menjadi dalam pelukkan hangat seorang sahabat.


Nina-
betapa aku mengerti bahwa, ada hal yang lebih sakit dari sekedar dikhianati.
Yaitu saat seseorang yang kita cintai tetap bersama kita sementara hatinya ada pada orang lain.



Lelaki impian itu bukan Ka Restu.




 22.48
By : Septi Rizki Wijayanti




Tidak ada komentar:

Posting Komentar